Jumat, 02 Juli 2021

Tugas EPTIK Pertemuan 15

 MAKALAH

Infringements of Privacy

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah (Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi)

Disusun Oleh :

Wahyu Ningsih                   [12182484]

Fitrianah                             [12182330]

Siti Suryani                         [12181837]

Jumiasih                              [12183048]

Yoga Elyas Setiawan           [12183295]

12.6F.25

Program Studi Teknologi Komputer

Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Bina Sarana Informatika

Jakarta

2021



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penulisan ini disajikan dalam bentuk buku yang sederhana, adapun judul penulisan yang diambil adalah “Infringements of Privacy”.

            Tujuan penulisan ini dibuat untuk mendapatkan nilai Pra UTS  pertemuan ke-15 pada Program Diploma Tiga (DIII) Program Studi Sistem Informasi pada Fakultas Teknik dan Informatika di Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Cengkareng.

            Dalam penyusunan makalah ini kelompok menyadari bahwa memperoleh banyak bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlalu banyak untuk disebut satu persatu sehingga terwujudnya tulisan ini. Kelompok menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

            Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kelompok khususnya bagi para pembaca.



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Permasalahan

1.3 Maksud dan Tujuan

BAB II

2.1 Pengertian Cybercrime

2.2 Pengertian Cyberlaw

BAB III

3.1 Pengertian Infringement of Privacy

3.2 Faktor Penyebab Infringement of Privacy

3.3 Contoh Kasus

BAB IV

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

    Dalam perjalanan menuju masa depan, saat ini perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan canggih terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan komputer yang bersifat bebas dan terbuka. 
    Dengan demikian diperlukan usaha untuk menjamin keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk menjamin keamanan suatu sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang negative, adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha untuk melakukan serangan terhadap keamanan sistem informasi. 
    Bentuk serangan tersebut dapat dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak legal.


1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN

Secara rinci rumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Apakah yang dimaksud dengan Infringements of Privacy ?
  2. Apa saja faktor-faktor penyebab Infringements of Privacy ?
  3. Bagaimanakah Analisa Kasus Infringements of Privacy ?
  4. Bagaimanakah Solusi dari Infringements of Privacy ?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

    Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini :

  1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi.
  2. Untuk menambah ilmu dalam bidang Teknologi Informasi & Komunikasi.
  3. Mampu menjelaskan tentang Infringement of Privacy.
  4. Menambah wawasan tentang Cyber Crime dan menggunakan ilmu yang kami dapat dengan kepentingan yang positif.



BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN CYBERCRIME

    Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime. Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan dengan istilah cybercrime. Apa itu cybercrimeCybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan teknologi computer, khususnya teknologi internetCybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
    Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S department of justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring knowledge of computer technologi for its perpetration, investigation, or prosecution” pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European community development, yang mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing and/or the transmission of data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek–aspek pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

2.2 PENGERTIAN CYBERLAW

    Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya diasosiasikan dengan internetCyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace LawCyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya






BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS

3.1 PENGERTIAN Infringement of Privacy

    Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

    Pengertian Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France BĂ©langer] dan hak dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu lain. [Alan Westin].

    Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.

    Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.

    Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.

    Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul “Right to Privacy” di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888 menggambarkan “Right to Privacy” sebagai “Right to be Let Alone” atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat kita  jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.

    Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.

    Teknologi internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.

    Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.


3.2 FAKTOR PENYEBAB INFRINGEMENT OF PRIVACY

  1. Kesadaran Hukum

    Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crimeLack of information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime, menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.

  • Faktor Penegakan Hukum

    Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.

  • Faktor Ketiadaan Undang-Undang

    Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu  perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan  untuk terdapat pengecualian.


3.3 CONTOH KASUS

    Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat olehnya.

  1. Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang lain.
  2. Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut dengan  hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
  3. Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam  sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini adalah probing dan port.
  4. Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database. Contoh lainnya adalah Cyber EspionageSabotage, dan ExtortionCyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputernya.
  5. Sabotage dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
  6. Google telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC), adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPadsGoogle mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit. Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah   dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.

    Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya. Dalam proses peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. 

    Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. 

    Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :

  1. Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.
  2. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
  3. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.



BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

    Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement of privacy adalah suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan melihat terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.

4.2 SARAN

    Penulis memberikan saran kepada  pengguna internet,  untuk menggunakan secara positif dan tidak menyalahgunakan dan memanfaatkan  perkembangan teknologi internet sebagai bahan untuk merugikan orang lain, dan menggunakan internet dengan bijak.


Jumat, 25 Juni 2021

Tugas EPTIK Pertemuan 14

MAKALAH

CYBER ESPIONAGE

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah (Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi)

Disusun Oleh :

Wahyu Ningsih                   [12182484]

Fitrianah                             [12182330]

Siti Suryani                         [12181837]

Jumiasih                              [12183048]

Yoga Elyas Setiawan           [12183295]

12.6F.25

Program Studi Teknologi Komputer

Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Bina Sarana Informatika

Jakarta

2021



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya jualah yang selalu dilimpahkan kepada kita semua, sehingga Makalah ini bisa diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) untuk Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan juga sebagai bahan referensi bagi pembaca dan juga sebagai bahan referensi tambahan bagi penulis sendiri. 

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami Bapak Tomi Swastomo S.Kom,MM sebagai Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan saya juga sangat berterimakasih atas kekompakan teman-teman yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini.

Penulis merasa bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun.



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Permasalahan

1.3 Maksud dan Tujuan

BAB II

2.1 Sejarah Siber (Cybercrime)

2.2 Cyberlaw yang Berkaitan

BAB III

3.1 Motif Kasus

3.2 Penyebab Kasus

3.3 Penanggulangan Kasus

BAB IV

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

    Teknologi informasi dan komunikasi di masa pandemi ini berperan aktif dalam menyampaikan informasi dan sebagai sarana pembelajaran bagi masyarakat. Internet sebagai bagian dari teknologi menjadi suatu kebutuhan pasti yang dapat diakses di manapun oleh masyarakat saat ini. Semua lapisan masyarakat dituntut untuk selalu aktif menggunakan teknologi yang satu ini serta demi keberlangsungan hidup di tengah pandemi semua peran masyarakat diharuskan berkesinambungan dengan internet.

    Peranan internet dan kemajuan teknologi memang tidak dapat dipungkiri lagi manfaatnya bagi masyarakat. Kedua hal ini membuat kemudahan segala aktivitas masyarakat pada umumnya dan sekaligus mengantarkan masyarakat pada era global yang mengharuskan penggunaan menyeluruh teknologi dan internet itu sendiri. Segala kemudahan itu bukan tanpa masalah, berbagai kejahatan pun sekarang marak terjadi pada pemanfaatan teknologi dan internet.

    Kejahatan dunia maya (cybercrime) menjadi risiko mendasar bagi masyarakat pengguna internet saat ini. Baik sistem jaringan komputernya yang menjadi sasaran ataupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan tersebut. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi, maka upaya untuk melindungi aset tersebut sangatlah diperlukan.

    Salah satu upaya perlindungannya adalah melalui hukum pidana. Cyber crime itu sendiri dikelompokan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada, modus operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya, salah satu kejahatannya adalah yaitu “Cyber Espionage” yang akan dibahas lebih lanjut.

1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN

Secara rinci rumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Apakah yang dimaksud dengan Cyber Espionage?
  2. Apa saja faktor-faktor pendorong pelaku Cyber Espionage ?
  3. Bagaimanakah Undang-Undang yang mengatur tentang Cyber Espionage?
  4. Bagaimanakah upaya hukum terhadap kasus Cyber Espionage Kaspersky?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

    Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini :

  1. Memberikan pengertian dan pemahaman sebagai penambah wawasan terkait kejahatan siber atau biasa dikenal dengan  Cyber Espionage;
  2. Belajar membuat makalah tentang Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam materi Cyber Espionage;
  3. Sebagai masukan kepada mahasiswa, khususnya agar mempergunakan ilmu pengetahuan yang diperoleh untuk hal-hal positif serta memberikan manfaat kepada masyarakat pada umumnya.



BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 SEJARAH SIBER (CYBERCRIME)

    Cybercrime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer yang menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan lainnya.

    Secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan kriminal yang melanggar hukum dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatannya. Cybercrime ini terjadi karena adanya kemajuan di bidang teknologi komputer atau dunia IT khususnya media internet. 
Berdasarkan motif kegiatannnya, cybercrime dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni
    Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
  2. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
    Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning, semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai.
  3. Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person)
    Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng. Contoh : pornografi, cyberstalking, dll.
  4. Cybercrime yang menyerang hak cipta / hak milik (Againts Property)
    Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
  5. Cybercrime yang menyerang pemerintah (Againts Government)
    Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan teror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara (Cyber Terorism).

2.2 CYBERLaW yang berkaitan

    Cyberlaw merupakan hukum yang biasanya digunakan pada dunia maya (cyber) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dapat diartikan dengan suatu aspek hukum yang batasan ruang lingkupnya hanya terdapat pada setiap aspek yang berhubungan dengan suatu kelompok atau perorangan atau subjek hukum lain yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi jaringan internet yang dapat dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber (Sitompul, 2012).

    Berkaitan dengan cyberlaw yang merupakan aspek dari suatu hukum, maka di sini hukum merupakan bagian paling penting, karena hukum pada prinsipnya sebagai pengatur perilaku seseorang dan kelompok masyarakat, di mana pasti akan ada suatu sangsi bila seseorang atau kelompok masyarakat tersebut melanggarnya.

    Adapun alasan mengapa cyberlaw memang dibutuhkan, terutama dalam berinteraksi lewat internet adalah karena masyarakat yang ada di dunia maya sebenarnya merupakan masyarakat yang berasal dari dunia nyata di dunia ini yang memiliki kepentingan, kebutuhan, dan interaksi melalui suatu jaringan internet yang dapat berhubungan secara luas kemanapun dan di manapun. Alasan yang lain adalah walaupun terjadi di dunia maya, namun transaksi yang dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok masyarakat tersebut akan memiliki pengaruh pada dunia nyata (Sitompul, 2012). (Pratama, 2013)⁠

Cyber Espionage sendiri telah disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

UU ITE yang mengatur tentang cyber espionage adalah sebagai berikut :

  1. Pasal 30 Ayat 2 ”mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan/atau dokumen elektronik” .
  2. Pasal 31 Ayat 1 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain”. 
Dan untuk ketentuan pidananya ada pada :
  1. Pasal 46 Ayat 2 “ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)” .
  2. Pasal 47 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).



BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS

3.1 MOTIF KASUS


    Kasus yang akan dibahas pada makalah ini adalah kasus Asia Tenggara yang berkaitan dengan Cyber Espionage. Motif kasus tersebut dapat dikategorikan Cybercrime yang menyerang pemerintah (Againts Government), karena termasuk dalam kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan teror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan sistem pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara (Cyber Terorism). Dalam temuan-temuan dari perusahaan keamanan siber global juga mengungkap tren dalam lansekap ancaman di Asia Tenggara, salah satunya peningkatan aktivitas kelompok-kelompok Advanced Persistent Threats (APT) utama yang melancarkan kegiatan Cyber Espionage.

    Kaspersky menyatakan para kelompok APT meluncurkan alat serangan baru, termasuk memata-matai malware ponsel demi mencapai tujuannya yaitu mencuri informasi dari entitas, organisasi pemerintah, militer, dan organisasi di wilayah Asia Tenggara. (Cakrawala, 2020)⁠

    Motivasi serangan utama adalah melakukan pengumpulan intelijen ekonomi dan geopolitik. Tak pelak, korban utama kebanyakan adalah organisasi pemerintah, entitas diplomatik, dan partai politik. Dari semua jenis kelompok APT dan malware yang aktif menyerang, terungkap Indonesia selalu menjadi salah satu target utama dari serangan.

3.2 PENYEBAB KASUS

    
    Salah satu kasus yang berkaitan dengan Cyber Espionage adalah kasus Asia Tenggara menjadi medan perang Cyber Espionage. Kaspersky telah membuka kedok para pelaku kejahatan siber yang dan masih beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Temuan-temuan dari perusahaan keamanan siber global juga mengungkap tren dalam lansekap ancaman di Asia Tenggara, salah satunya peningkatan aktivitas kelompok-kelompok Advanced Persistent Threats (APT) utama yang melancarkan kegiatan Cyber Espionage canggih. (Indotelko, 2020)⁠.

    APT adalah serangan kompleks, terdiri dari banyak komponen yang berbeda, termasuk alat penetrasi (pesan spear-phishing, eksploit, dll.), Mekanisme penyebaran jaringan, spyware, alat untuk penyembunyian (root/boot kit) dan lainnya, seringkali merupakan teknik yang canggih dan dirancang untuk satu tujuan sama yaitu akses yang tidak terdeteksi ke informasi sensitif.

    Penyebabnya adalah tergiur akan data dan intilijen. Tahun 2019 menjadi tahun yang begitu sibuk bagi para pelaku kejahatan siber. Mereka meluncurkan alat serangan baru, termasuk memata-matai malware ponsel demi mencapai tujuannya yaitu mencuri informasi dari entitas, organisasi pemerintah, militer dan organisasi di wilayah Asia Tenggara.

    “Geopolitik adalah salah satu faktor utama yang membentuk lansekap ancaman dunia maya di wilayah Asia Tenggara. Sejumlah investigasi kami terhadap serangan APT yang menargetkan wilayah tersebut tahun lalu menunjukkan motivasi serangan utama sebagai pengumpulan intelijen ekonomi dan geopolitik. Tak pelak korban utama kebanyakan adalah organisasi pemerintah, entitas diplomatik, dan partai politik,” kata Direktur Global Research and Analysis Team (GReAT) Asia Pasifik di Kaspersky Vitaly Kamluk.

    Dikatakannya, Asia Tenggara adalah rumah bagi negara-negara dengan etnis, pandangan politik, dan pembangunan ekonomi yang sangat beragam. Ini membentuk keragaman serangan siber di wilayah ini  dan mendorong perlombaan senjata regional.

Kami melihat bagaimana grup APT telah menjalankan operasi mereka selama bertahun-tahun, mengembangkan alat yang jauh lebih canggih, semakin berhati-hati dan waspada terhadap atribusi, kemudian secara teknis lebih maju dan memiliki semangat tajam untuk mencapai tujuan lebih tinggi,” jelas Kamluk.

Lebih lanjut Kaspersky membagikan kelompok-kelompok APT utama dan jenis-jenis malware yang mempengaruhi lansekap ancaman di Asia Tenggara pada 2019 dan hingga 2020.

3.3 PENanggulangan KASUS


    Cyber espionage merupakan tindakan kriminal yang merugikan orang atau pihak yang terkait, tindakan yang merugikan orang harus dibasmi terlebih lagi dalam sesuatu yang pribadi. Walaupun kita memiliki rasa ingin tau, tetapi ada kalanya manusia membutuhkan sesuatu yang rahasia. Dengan tindakan kriminal cyber espionage, data yang seharusnya rahasia dapat diambil dengan mudah oleh pelaku, terlebih lagi merubah data dengan seenaknya. Dalam hal ini pemerintah berperan terhadap tindak kejahatan, pemerintah harus membuat dan menegakan praturan tentang pencurian data, terlebih lagi data yang dicuri bersifat pribadi.

    Dalam upaya penanggulangan cyber crime, pertama, mengimbau negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah diantaranya: a. Melakukan modernisasi hukum pidana materiil dan hukum acara pidana; b. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer; c. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka (sensitif) warga masyarakat, aparat pengadilan, dan penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer; d. Melakukan upaya-upaya pelatihan (training) bagi para hakim, pejabat, dan aparat penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cyber crime e. Memperluas rule of ethics dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika; f. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cyber crime sesuai dengan Deklarasi PBB mengenai korban, dan mengambil langkah-langkah untuk mendorong korban melaporkan adanya cyber crime.(Marwin, 2017)⁠

    Kedua, mengimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan cyber crime. Ketiga, Merekomendasikan kepada Komite pengendalian dan Pencegahan Kejahatan (Committee on Crime Prevention and Control) PBB untuk: a. Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi cyber crime di tingkat nasional, regional, dan internasional; b. Mengembangkan penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem cyber crime di masa yang akan dating; c. Mempertimbangkan cyber crime sewaktu mengimplementasikan perjanjian ekstradisi dan bantuan kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan.

    Secara bersamaan, risiko keamanan pun akan muncul tinggi dan perlu diwaspadai terutama dari serangan siber serta kampanye disinformasi dan berita palsu imbas rendahnya literasi digital masyarakat. Tingkat kecanduan kita pada teknologi daring kian bertambah seiring dengan belum terdapatnya solusi atas kemacetan kota di Indonesia yang bahkan sekarang meluas tak hanya di Pulau Jawa. Momen WFH dengan nyata memberikan banyak opsi teknologi informasi komunikasi (TIK) yang sebelumnya tidak familiar dan atau sebelumnya sesekali digunakan. Maka dari itu, menghadapi tatanan dan realitas baru setelah WFH ini, maka seluruh elemen harus memastikan bahwa TIK tetap dalam koridornya sebagai alat berbagi informasi dan akses informasi tanpa hambatan.



BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

    Kejahatan dunia maya (cybercrime) menjadi risiko mendasar bagi masyarakat pengguna internet saat ini. Baik sistem jaringan komputernya yang menjadi sasaran ataupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan tersebut. Cybercrime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer yang menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan termasuk ke dalam kejahatan dunia maya. Cyber espionage merupakan tindakan kriminal yang merugikan orang atau pihak yang terkait, tindakan yang merugikan orang harus dibasmi terlebih lagi dalam sesuatu yang pribadi.
    Salah satu kasus yang berkaitan dengan Cyber Espionage adalah kasus Asia Tenggara menjadi medan perang Cyber Espionage. Kaspersky telah membuka kedok para pelaku kejahatan siber yang dan masih beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Temuan-temuan dari perusahaan keamanan siber global juga mengungkap tren dalam lansekap ancaman di Asia Tenggara, salah satunya peningkatan aktivitas kelompok-kelompok Advanced Persistent Threats (APT) utama yang melancarkan kegiatan Cyber Espionage canggih. Motif kasus tersebut dapat dikategorikan Cybercrime yang menyerang pemerintah (Againts Government).

4.2 SARAN

    Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi harus dibarengi dengan kemajuan nilai dan norma masyarakat dalam menyikapi perkembangan yang terjadi terus menerus. Penanaman nilai moral dan norma tadi akan menjadi benteng bagi manusia pengguna teknologi dalam memanfaatkan teknologi tersebut. Membentengi manusia untuk tidak melakukan kejahatan baik di dunia nyata maupun dunia maya.



















Tugas EPTIK Pertemuan 15

  MAKALAH Infringements of Privacy Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah (Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi) Disusun Oleh...