MAKALAH
Infringements of Privacy
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah (Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi)
Disusun Oleh :
Wahyu Ningsih [12182484]
Fitrianah [12182330]
Siti Suryani [12181837]
Jumiasih [12183048]
Yoga Elyas Setiawan [12183295]
12.6F.25
Program Studi Teknologi Komputer
Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Bina Sarana Informatika
Jakarta
2021
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga pada akhirnya kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah Etika Profesi
Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penulisan ini disajikan dalam bentuk buku
yang sederhana, adapun judul penulisan yang diambil adalah “Infringements
of Privacy”.
Tujuan penulisan ini dibuat untuk mendapatkan nilai Pra UTS pertemuan
ke-15 pada Program Diploma Tiga (DIII) Program Studi Sistem Informasi pada
Fakultas Teknik dan Informatika di Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI)
Kampus Cengkareng.
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menyadari bahwa memperoleh banyak
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlalu
banyak untuk disebut satu persatu sehingga terwujudnya tulisan ini. Kelompok
menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna, untuk itu kami mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan
datang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kelompok khususnya bagi para
pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Permasalahan
1.3 Maksud dan Tujuan
BAB II
2.1 Pengertian Cybercrime
2.2 Pengertian Cyberlaw
BAB III
3.1 Pengertian Infringement of Privacy
3.2 Faktor Penyebab Infringement of Privacy
3.3 Contoh Kasus
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN
Secara rinci rumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Apakah yang dimaksud dengan Infringements of Privacy ?
- Apa saja faktor-faktor penyebab Infringements of Privacy ?
- Bagaimanakah Analisa Kasus Infringements of Privacy ?
- Bagaimanakah Solusi dari Infringements of Privacy ?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini :
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi.
- Untuk menambah ilmu dalam bidang Teknologi Informasi & Komunikasi.
- Mampu menjelaskan tentang Infringement of Privacy.
- Menambah wawasan tentang Cyber Crime dan menggunakan ilmu yang kami dapat dengan kepentingan yang positif.
BAB II
2.1 PENGERTIAN CYBERCRIME
2.2 PENGERTIAN CYBERLAW
BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS
3.1 PENGERTIAN Infringement of Privacy
Kejahatan ini ditujukan
terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan
rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi,
yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara
materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian Privacy menurut
para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi mengenai dirinya
sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan hak dari
masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa
penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu
lain. [Alan Westin].
Kerahasiaan pribadi (Bahasa
Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu
untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk
mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan
dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang
dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi
oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di
banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara
memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh,
aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada
beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan
berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik
yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara
sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya
menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan
kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau
kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan
periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh
lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri
atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi
tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan
Louis D Brandeis menulis artikel berjudul “Right to Privacy” di Harvard
Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di
tahun 1888 menggambarkan “Right to Privacy” sebagai “Right to be Let
Alone” atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di
usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai
hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk
dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281).
Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan
gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan
guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari
William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap
300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas
bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat
kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan
interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau
situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan
atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain,
atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang
lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk
mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang
hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain
dalam rangka menyepi saja.
Teknologi internet ini
melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif ini
telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang meresahkan
masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.
Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan
Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk
memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut.
Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan
sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak
cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini
bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya,
sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional
sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai
upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan
Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di
Indonesia.
3.2 FAKTOR PENYEBAB INFRINGEMENT OF PRIVACY
- Kesadaran Hukum
Masayarakat Indonesia
sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih
dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan
pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis
kejahatan cyber crime. Lack of information ini
menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime mengalami
kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang
diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala yakni
proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman
yang benar akan tindak pidana cyber crime maka
baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman
pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau
pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.
- Faktor Penegakan Hukum
Masih sedikitnya aparat
penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet),
sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum
mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat
pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian
yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam
mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi kepolisian
di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet.
Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan
kejahatan dilakukan disatu daerah.
- Faktor Ketiadaan Undang-Undang
Perubahan-perubahan sosial
dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya
pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah
Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur
tentang cyber crime belum juga terwujud. Cyber crime memang
sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena
terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap
pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi penegak hukum di
Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap
perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur cyber
crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya
suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas
legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak
diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.
3.3 CONTOH KASUS
Mengirim dan
mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama
baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak
tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.
- Melakukan penyadapan informasi.
Seperti halnya menyadap transmisi data orang lain.
- Melakukan penggadaan tanpa ijin
pihak yang berwenang. Bisa juga disebut dengan hijacking. Hijacking merupakan
kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering
terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
- Melakukan pembobolan secara
sengaja ke dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan
istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu
sangat melanggar privasi pihak yang berkepentingan (pemilik sistem
jaringan komputer). Contoh kejahatan ini adalah probing dan port.
- Memanipulasi, mengubah atau
menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data forgery atau
kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen
ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs
berbasis web database. Contoh lainnya adalah Cyber
Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber
Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem
jaringan komputernya.
- Sabotage dan Extortion merupakan
jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet.
- Google telah
didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan
orang yang menggunakan web browser milik Apple,
Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan dengan
pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang
diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober
lalu Google menandatangani sebuah persetujuan yang
mencakup janji untuk tidak menyesatkan konsumen tentang
praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh
menggunakan cookies untuk secara rahasia melacak
kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser
milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan,
pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil
informasi pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit. Google sudah
setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang
pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar
instruksi FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya. Dalam proses peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik.
Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat.
Dalam proses penyebarluasan
(penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing
fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk
terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan
subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari
terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana
disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas
pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :
- Pelanggaran terhadap privasi
Tora sudiro, hal ini terjadi karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa
izin dari Tora.
- Pelanggaran terhadap privasi
Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan
pandangan orang banyak terhadap dirinya.
- Pelanggaran terhadap privasi
Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran
foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
Penulis memberikan saran kepada
pengguna internet, untuk menggunakan secara positif dan tidak menyalahgunakan
dan memanfaatkan perkembangan teknologi internet sebagai
bahan untuk merugikan orang lain, dan menggunakan internet dengan bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar